Menempuh karir sebagai akademisi atau ilmuwan sangat berbeda dengan jalur karier ataupun pekerjaan lainnya. Misalnya orang yang berkarier di bidang olahraga. Umumnya olahragawan di usia-usia pertengahan 30-an atau awal 40-an sudah masuk usia-usia pensiun.
Akademisi Indonesia, Idhamsyah Eka Putra mengatakan hal itu terkait karier peneliti seperti yang dilakoninya hingga berkesempatan terpilih sebagai anggota kehormatan sebuah lembaga riset di University of Oxford.
“Jika jalur akademisi, usia 30-an umumnya mereka baru memulai karier. Dengan demikian menjadi akademisi, jalurnya juga panjang dan tidak sesuai dengan model kerja lainnya,” kata Bang Idham.
Ia menyebut, tipikal anak zaman sekarang yang walaupun belum lulus sekolah, sudah bisa bekerja dan menghasilkan uang. Karakter tersebut menandakan, kalau bisa mencari jalan sukses tanpa perlu banyak susahnya dan tanpa harus menempuh jalan yang panjang.
“Saya juga maunya seperti itu. Dan, enak banget kalau jadi akademisi, bisa ambil jalan cepat dan tidak susah. Sialnya, untuk menjadi akademisi yang diakui kredibilitasnya jalannya panjang banget. Painful, stressful, seperti perjuangan tanpa usai,” ungkapnya.
Meskipun begitu, ia mengaku pada dunia penelitian seperti menemukan passion-nya. Ia berpendapat, Indonesia memerlukan orang-orang yang melakukan riset yang benar-benar serius dan memliki basis keilmuan yang kuat juga. “Daripada nyuruh-nyuruh orang lain, ya saya ambil saja jalan ini dahulu,” katanya.
Ia berharap langkah yang dilakukannya bisa dijadikan contoh. “Saya kan anak yang terlahir nggak pintar-pintar amat. Tidak pernah punya prestasi saat sekolah. Bahkan sempat hampir gagal sekolah. Nggak pernah juga ada yang melihat saya sebagai masa depan Indonesia,” ujarnya lagi.
“Walaupun saya merasa tidak memiliki kemampuan yang luar biasa, nggak pernah punya prestasi luar biasa, Bahasa Inggris awut-awutan, orang yang benar-benar biasa saja, juga dari keluarga biasa saja, tapi saya punya mimpi dan ingin menunjukkan bahwa orang yang biasa-biasa aja pun boleh dong punya mimpi risetnya bisa dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional, boleh dong punya mimpi berkolaborasi dengan ilmuwan-ilmuwan dunia ternama,” katanya.
Bang Idham mengaku bersyukur, walaupun dengan perjuangan yang sangat melelahkan, ia bisa membuktikan bahwa tanpa kontributor asing pun, orang Indonesia bisa publikasi internasional. Bahkan bisa menjadi penulis tunggal.
“Dengan pencapaian saya ini, saya lalu bisa melakukan riset bareng dengan ilmuwan-ilmuwan yang saya idolakan. Sebut saja Wolfgang Wagner dan Fathali Moghaddam. Nah dari sini, saya yakin orang yang lebih pintar dari saya seharusnya punya prestasi yang lebih baik,” lanjutnya.
Ia juga melihat, anak-anak zaman sekarang sangat punya potensi. Tetapi kebanyakan mereka rapuh dan kemampuan juang rendah. Dengan kemampuan yang pasti lebih tinggi daripada dia, kalau mereka dilatih daya tahannya dan memiliki daya juang yang tinggi, ia yakin banyak generasi setelahnya yang akan lebih harum namanya.
Untuk itu, anak muda zaman sekarang perlu melakukan persiapan. “Kira-kira begini, hal yang mesti disiapkan dari awal adalah mimpi menjadi sesuatu. Ini tidak sekedar lulus lalu siap kerja. Kalau semua orang Indonesia punya mimpi seperti ini, tidak ada yang akan mau jadi akademisi. Mimpinya ya harus berangkat bahwa jika ingin menjadikan Indonesia lebih maju, jika ingin menjadikan Indonesia negeri yang aman maka riset-riset untuk memahami dan memecahkan masalah di Indonesia yang banyak ini ya harus terus dilakukan,” ujarnya.
Ia menyebut, riset yang bagus adalah riset yang memiliki basis keilmuan dan metodologi yang baik. Dalam hal ini, posisi peneliti atau akademisi sangat penting dalam kemajuan Indonesia. Dapat dibayangkan jika sudah tidak ada lagi orang Indonesia yang memiliki cita-cita menjadi akademisi yang melakukan riset untuk membentuk Indonesia lebih baik, mau jadi apa Indonesia nanti.
“Itu kenapa mimpi-mimpi seperti ini harus terus hidup di Indonesia. Harapan saya bahkan, mudah-mudahan saja jika pemerintah pun ikut peduli, saya tidak tahu kapan akan pedulinya, pemerintah pun membangun sistem yang sesuai dan mendukung iklim aktivitas keilmuan,” pungkasnya.
Kontributor: Any Rufaedah
Editor: Kendi Setiawan
Sumber: https://nu.or.id/post/read/114745/beda-peneliti-dengan-karir-lainnya