Mungkin banyak yang tidak mengetahui atau mendengar sisi lain dari para istri narapidana terorisme (napiter). Bagaimana kondisi mereka ketika suami mereka tertangkap dipenjara atau meninggal saat dalam penangkapan. Para istri bukan hanya mendapatkan stigma buruk dari masyarakat, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan kondisi psikologis mereka. Hal ini disebabkan karena para istri terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga menggantikan sang suami yang ada di dalam bui atau telah wafat saat aksi atau karena eksekusi.
Perjalanan panjang program penelitian dan intervensi kepada para istri napiter yang dilakukan oleh peneliti DASPR sejak 2015 berbuah sebuah film yang berjudul Keluargaku Jihadku. Film Keluargaku Jihadku menyajikan sisi lain dari kehidupan para istri yang dianggap sama dengan suaminya sebagai teroris. Padahal sebenarnya tidak semua istri teroris juga memiliki pemahaman yang sama dengan suaminya atau bahkan tidak mengetahui bahwa suaminya adalah seorang teroris.
Film ini memuat kisah hidup para istri Napiter mulai dari awal bertemu, menikah (rata-rata dengan proses ta’aruf) dan membangun kehidupan rumah tangga dengan suaminya yang terlibat dalam jaringan teroris di Indonesia. Film ini mengupas keluh kesah empat istri mantan napiter di Indonesia. Kisah mereka dikaji dari perspektif psikologi sosial. Film Keluargaku Jihadku mengajak para penonton untuk melihat lebih dekat kesaksian hidup serta berbagai permasalahan yang dialami para istri mantan napiter.DASPR melakukan Pre-launching dan Diskusi Film Keluargaku Jihadku di Gedung PKBI Jakarta Selatan pada Rabu 31 Juli 2019. Selain itu, pada Novembe 2020, film ini juga telah diputar secara daring yang meliputi audiensi internasional berkat kerja sama DASPR dengan University of Washington dan Yale Indonesian Forum