Laporan akademis terdahulu menunjukkan peningkatan keterlibatan peran yang dimainkan oleh keluarga dalam upaya melakukan aksi terorisme, sebagai bentuk dukungan pada aksi kekerasan yang dilakukan oleh teroris dan mempersuasi paham radikal kepada keluarga dan komunitas mereka. Kondisi ini menciptakan lingkaran, terjadinya radikalisme dan kekerasan karena dikonstruksikan dari waktu ke waktu.
Pada kondisi dimana suami ditahan karena menjadi tersangka aksi terorisme, keluarga mereka tentu perlu mendapatkan perhatian. Istri sebagai pasangan, anggota keluarga paling dekat relasinya, dan sekaligus merupakan pihak yang paling rentan terhadap apapun dampak aksi terorisme yang dilakukan suami mereka. Bisa dibayangkan ketika suami mereka terlibat di dalam aksi pidana ini dan mesti berurusan dengan polisi sehingga dapat berimbas pada perjalanan hidup keluarga mereka yang semula utuh, namun saat ini menjadi pincang. Keadaan inilah yang menjadi alasan DASPR mengadakan program riset dan intervensi yang dinamakan Family Resilience Program yang melibatkan keluarga para narapidana terorisme. Program ini diupayakan untuk mendorong keluarga, istri secara khusus untuk melakukan reintegrasi dan kembali berdaya, serta sebagai upaya deradikalisasi dan disengagement.